Sabtu, 22 Oktober 2016

JOURNAL COMPARE I

Selamat malam minggu guys...
Penat seminggu bertugas, ini malam waktunya rehat, sebelum rehat kita bagi info minggu ini.
Ada beberapa info yang akan Tie bagi, pastinya seputar Science
Terasa banget sebulan lebih rasain bangku kuliah, hm... pastinya informasi segudang soal Science (Author: Student of Biology Education) Salam Bio... :)
nah, cerita soal science memang gak pernah habis, apa lagi kalo kita nih ngintip jurnal-jurnal internasional yang berbumbu Science, gak tau bilang info yang kita dapat bikin makin penasaran, ya kan?
eits tapi jangan salah loh, kita juga harus tahu rating jurnal yang ingin kita ambil informasinya, apalagi neh untuk kamu-kamu yang lagi buat proposal ilmiah. 
oke kita liat langkah-langkahnya ...
Langkah 1 
Pastikan kamu buka salah satu situs kumpulan jurnal yang ingin kamu cari (http://www.sciencedirect.com/) 


tulis pada keyword judul jurnal yang ingin di cari, tapi pake bahasa inggis ya!
contoh ni ya "Spend Coffee Ground (SCG)" alias ampas bubuk kopi


Langkah 2
Tadi Tie ketik Spend Coffee Ground keluar lah banyak jurnal, ini situs ada jurnal yang Purchase (berbayar)  ada juga yang free (gratis), klo mau free aja yang terlihat caranya klik All open access ganti dengan open access article. kalu kira-kira udah nemu jurnal yang pas klik PDF keluarlah tampilan seperti ini.

Tinggak klik UNDUH (tanda panah). Saran Tie sih baca dulu jurnalnya baru unduh, mana tau yang kita cari belum sesuai keinginan.

Langkah 3
jika sudah ketemu yang dicari 

Orange = Volume (Tahun) Halaman
Ijo = Judul Jurnal
Ungu = Judul Penelitian
Biru = Penulis

Langkah 4 
Cek Rating Jurnal di scimagojr.com 

tulis judul jurnal /ISSN / Publisher di kotak putih, seperti diatas... OK

Langkah 5


sesuaikan nama jurnal dengan hasil pencaharian kalo udah cuccooook klik di judul jurnal tersebut

Langkah 6 

Klik salah satu subject area and category merah atau ijo  (ingat H indeks dan juga judul jurnal)

Langkah 7
disini tie
coba FOOD SCIENCE biar mirip dengan judul jurnal

                                             

warna merah tipe : jurnal 
Warna biru : Tingkat SJR Q1 1,539
itu artinya jurnal kita Qualitas 1, namun SJR nya masih 1,5, udah Ok tuh... lebih bagus bagus bagus lagi klo sampe <9,99 itu artinya jurnal tersebut telah banyak refererensi dan selalu up to date... 
oke SELESAI

Kamis, 13 Oktober 2016

PENALARAN II

  1. Pengertian
Pemberian ampas bubuk kopi untuk pertumbuhan dan pembungaan tanaman pada berbagai perlakuan dapat meningkatkanan pemungaan Granium (Pelargonium x hortorum)
PENGARUH PEMBERIAN AMPAS BUBUK KOPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PEMBUNGAAN GRANIUM (Pelargonium x hortorum)
  1. Proporsi
a.       Pemberian ampas bubuk kopi dengan berbagai perlakuan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan pembungaan serta menimbulkan dampak positif  berupa pertumbuhan dan pembungaan yang baik pada Granium (Pelargonium x hortorum)
b.      Pemberian Ampas Bubuk kopi dengan berbagai perlakuan dapat mempengaruhi minat pembelian dan penanaman pada Granium (Pelargonium x hortorum)
  1. Penalaran
a.       Deduktif  langsung
·      Semua perlakuan ampas bubuk kopi pada Granium (Pelargonium x hortorum) dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan pembungaan
·         Ampas bubuk kopi dapat digunakan sebagai pupuk
Kesimpulan:
·   Ampas bubuk kopi dapat menjadi pupuk untuk  pertumbuhan  dan pembungaan Tanaman Hias
b.      Induktif
·         Generalisasi Induktif
-   Ampas bubuk kopi pada berbagai perlakuan dengan menggunakan Granium (Pelargonium x hortorum) dapat menimbulkan peningkatan pertumbuhan dan pembungaan yang baik pada berbagai perlakuan
Kesimpulan:
Semua Ampas bubuk kopi  yang digunakan pada Granium (Pelargonium x hortorum) dapat meningkatkan pertumbuhan dan pembungaan yang baik.
·         Analogi Induktif
-          Tanaman hias adalah sarana penelitian Ampas bubuk kopi
-          Polibag/pot plastik yang digunakan seagai wadah penanaman
Kesimpulan:
Poligab/pot plastik adalah wadah penanaman tanaman hias
c.       Induksi Berdasarkan Sebab Aibat
o   Metode Persamaan
-  Ampas bubuk kopi robusta dengan berbagai perlakuan dapat meningkatkan pertumbuhan dan pembungaan tanaman hias
-  Ampas bubuk kopi arabika dengan berbagai perlakuan dapat meningkatkan pertumbuhan dan pembungaan tanaman hias
Kesimpulan
Semua ampas bubuk kopi dapat dapat meningkatkan pertumbuhan dan pembungaan tanaman hias
o   Metode Perbedaan
-       Ampas bubuk kopi dengan berbagai perlakuan dapat meningkatkan pertumbuhan yang baik dan pembungaan yang bagus sehingga meningkatkan nilai jual Granium (Pelargonium x hortorum)
-        Ampas bubuk kopi dengan berbagai perlakuan dapat meningkatkan pertumbuhan yang baik dan pembungaan yang bagus dapat menjadi indikator untuk peningkatan pertumbuhan dan pembungaan tanaman hias lainnya
Kesimpulan:
Perlakuan yang baik dapat menciptakan hasil yang maksimal bagi petumbuhan Granium (Pelargonium x hortorum)
o   Metode Gabungan
-   Ampas bubuk kopi dengan perlakuan yang baik akan menciptakan hasil yang maksimal bagi pertumbuhan tanaman hias
-      Perlakuan yang berbeda pada tingkat pemberian ampas kopi dapat menghasilkan perkembangan yang baik bagi tanaman hias
-    Penelitian yang sesuai dengan petunjuk penelitian dapat memberikan hasil yang maksimal pada hasil percobaan.
-          Kelengkapan alat dan bahan juga mempengaruhi keberhasilan percobaan
Kesimpulan :
Ampas bubuk kopi dengan perlakuan dapat meningkatkan pertumbuhan dan pembungaan Granium (Pelargonium x hortorum)
o   Metode Residu
-    Ampas bubuk kopi dan  Granium (Pelargonium x hortorum) adalah bahan penelitian
-   Ampas bubuk kopi memiliki arti bahwa hasil dari sisa pemakaian suatu benda dapat digunakan untuk hal berguna bagi lingkungan sekitar
-   Tanaman hias menimbulkan arti keindahan tanaman bagi lingkungan sekitar
Kesimpulan:
bubuk kopi dan  tanaman hias menimbulkan pemahaman bahwa penggunaan sisa suatu benda dapat memperindah lingkungan
o   Metode Variasi
-  Pemberian ampas bubuk kopi dengan berbagai perlakuan dapat meningkatkan petumbuhan dan perbungaan juga memperindah lingkungan sekitar
-    Pemberian ampas bubuk kopi dengan preparat tanaman hias, percobaan dengan berbagai perlakuan, dan pengamatan penelitian akan memotivasi masyarakat untuk menanam tanaman hias dengan penggunaan ampas kopi sebagai penganti pupuk
-         Pemberian ampas kopi dengan konsentrasi tertentu akan menimbukann penurunan ampas bubuk kopi yang di buang kesembarang tempat dan meninggkatkan penggunaan ampas bubuk kopi untuk  tanaman
Kesimpulan:
Pemberian ampas bubuk kopi pada tanaman berpengaruh terhadap keindahan lingkungan sekitar.



PENALARAN III

Polisilogisme dan atau Sorites:
-    Pemberian ampas bubuk kopi berhubungan erat dengan pertumbuhan dan pembungaan Granium (Pelargonium x hortorum).................................................................................. (S-M)
-          Pertumbuhan dan pembungaan Granium (Pelargonium x hortorum) mempengaruhi daya beli bunga oleh konsumen........................................................................................................ (M-P)
Kesimpulan I : Pemberian ampas kopi mempengaruhi pertumbuhan  dan pembungaan Granium (Pelargonium x hortorum) dan minat pembelian bunga.................................... (S-P)
-      Pertumbuhan dan pembungaan yang terganggu karena teknik perlakuan yang kurang baik berakibat mempengaruhi keindahan tanaman.................................................................... (P-Q)
Kesimpulan II : Pemberian Ampas kopi dengan berbagai perlakuan, berakibat kurangnya keindahann bunga yang dapat mempengaruhi daya beli bunga oleh konsumen.............   (S-Q)
-   Perlakuan pemberian ampas kopi yang baik akan meningkatkan nilai penjualan Granium (Pelargonium x hortorum)................................................................................................ (Q-R)
Kesimpulan III : Pemberian ampas kopi meningkatkan nilai penjualan................ (S-R)
Epikrima:
-          Semua peralatan yang digunakan dalam penelitian di laboratorium adalah barang baru           (S-K)
-          Karena itu membutuhkan modal yang besar......................................................... (I-U)
-          Peralatan yang digunakan harus berkkualitas bagus............................................. (S-L)
-          Karena masih prima dan akurat saat digunakan.................................................... (G-B)
Kesimpulan :
Jadi Peralatan yang masih prima dan akurat adalah barang baru.......................... (G-K)
Entimena:
-   Pemberian ampas bubuk kopi berhubungan erat dengan pertumbuhan dan pembungaan Granium (Pelargonium x hortorum)..................................................................................... (S-M)
-    pertumbuhan dan pembungaan Granium (Pelargonium x hortorum) berpengaruhi terhadap keindahan tanaman........................................................................................................... (M-P)
-    Pertumbuhan dan pembungaan yang terganggu karena teknik perlakuan yang kurang baik berakibat mempengaruhi keindahan tanaman................................................................... (P-Q)
-     Perlakuan pemberian ampas kopi yang baik akan meningkatkan nilai penjualan Granium (Pelargonium x hortorum)............................................................................................... (Q-R)
Kesimpulan :
Pemberian ampas bubuk kopi meningkatkan nilai penjualan Granium (Pelargonium x hortorum)                (S-R)












PENALARAN I

  1. Objek
Biologi, Ekologi Tanaman
  1. Sistem
Perlakuan
  1. Tujuan
a.       Untuk melihat pengaruh ampas bubuk kopi terhadap pertumbuhan dan perbungaan Granium (Pelargonium x hortorum) pada berbagai perlakuan
b.      Untuk melihat ada tidaknya pengaruh ampas bubuk kopi dengan berbagai perlakuan pada pertumbuhan dan perbungaan Granium (Pelargonium x hortorum)
  1. Aspek
Kopi (Ampas bubuk Kopi)
Biologi (Tanaman Hias)
  1. Tema Sentral
Dampak ampas bubuk kopi terhadap pertumbuhan dan pembungaan Granium (Pelargonium x hortorum)
  1. Judul
PENGARUH PEMBERIAN AMPAS BUBUK KOPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PEMBUNGAAN GRANIUM (Pelargonium x hortorum)
  1. Perumusan Masalah
a.       Apakah ampas bubuk kopi dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perbungaan Granium (Pelargonium x hortorum) pada berbagai tigkat perlakuan?
b.      Bagaimanakah ampas bubuk kopi dapat mempengaruhi pertumbuhan dan pembungaan Granium (Pelargonium x hortorum)?
c.       Apakah terdapat hubungan pemberian ampas bubuk kopi terhadap pertumbuhan dan pembungaan Granium (Pelargonium x hortorum)?
  1. Hipotesis
  1. Terdapat pengaruh ampas bubuk kopi pada pertumbuhan dan perbungaan Granium (Pelargonium x hortorum) pada berbagai tigkat perlakuan
  2. ampas bubuk kopi dengan pemberian yang ideal dapat mempengaruhi pertumbuhan dan pembungaan Granium (Pelargonium x hortorum)
  3. Terdapat hubungan pemberian ampas bubuk kopi terhadap pertumbuhan dan pembungaan Granium (Pelargonium x hortorum)



JURNAL (REVIEW)


No
Tahun
Judul, Penulis, Nama Jurnal, Volume dan Hal
Hasil
1
2016
Aplikasi langsung ampas bubuk kopi  pada tanah pertanian perkotaan yang menurunkan pertumbuhan tanaman
Sarah J. Hardgrove, Stephen. J Livesley
Urban foresty and urban greening (18) 1-8
Menurut Hardgrove (2016) penggunaan langsung ampas bubuk kopi tidak baik untuk tanaman. Karena dapat menurunkan pertumbuhan tanaman holtikultura. Namun penekanan pertumbuhan mungkin dikarenakan oleh efek pototonik. Oleh sebab itu baiknya penggunaan ampas bubuk kopi pada tanaman dicampurkan dengan sampah organic lain atau dengan pengomposan terlebih dahulu.
2
2014
Peningkatan kualitas sayuran dengan residu expresso
Rebeca Cruz, Simone Morais, Eulalia Mendes, Jose A. Pereira, Paula Batista, Susana Casal
Food Chemistry (148) 294-299
Cruz (2014) menyatakan residu expreso dapat digunakan sebagai pupuk alternative pada tanaman selada dengan memperhatikan nutrisi makro dan mikro namun harus di perhatikan pada penggunaan kompos bubuk kopi dibandingan dengan ampas bubuk kopi segar. Karena kompos bubuk kopi dapat menaikan elemen makro pada tumbuhan selada.
3
2014
Ampas bubuk kopi sebagai bahan timbunan non structural : teknik dan pertimbangan lingkungan
Arul Arulrajah, Farsid Maghoolpirehrood, Mahdi Miri Disfani
Journal of Clearner Production (72) r-186
Menurut Arulrajah (2014) ampas bubuk kopi dapat digunakan sebagai bahan timbunan non stuktural. ampas bubuk kopi yang telah digunakan tidak merusak lingkungan  namun dalam pandangan material teknik ampas bubuk kopi  tidak memiliki ketahan tehadap kondisi lalulintas yang padat. Meskipun demikian penelitian ini menjadi hal yang bagus dalam penggunaan sampah organic dari industry dan perumahan, dan diharapkan penggunaan ampas bubuk kopi ini dapat dimaksimalkan dalam ranah lingkungan.
4
2013
Penyerapan pasca-pembakaran Co2 yang ditangkap dari Ampas bubuk kopi.
A.S Gonzales, M.G Plaza, J.J Pis, F. Rubiera, C. Pevida
Energi Procedia (37) 134-141
Gonzales (2013) menyebutkan bahwa karbon yang diserap dari pasca pembakaran bubuk kopi untuk menghasilkan energy yang intensive, terlihat dengan tingginya CO2/N2 yang telah diseleksi. Penelitian ini juga menggunakan zeolite 13 X yang dapat menaikan keuntungan dan biaya yang rendah. Dari penelitian ini diharapkan stabilitas yang tinggi dari karbon pada kondisi yang lembab dan tekanan system yang berkurang.
5
2011
Penelitian pada unsur kimia dan ekstraksi gula dari ampas bubuk kopi.
Stolange I. Mussatto, Livia M. Carniero, Joao P.A Silva, Ines C. Roberto, Jose A.Teixiera
Carbohydrate Polymers (83) 368-374
Menurut Mussatto (2011) Residu dari industry kopi  (SGC) dapat melindungi hemiselulosa gula, namun sebelumnya harus dikarakteristikan kedalam zat kima dan dicairkan. Hemiselulosa yang didapatkan kemudian diekstraksi oleh asam hidrolisis. Hasil nya akan digunakan dalam bahan kimia ataupun untuk proses fermentasi, diharapkan dapat bermanfaat dalam bidang industry makanan.

Narasi : Ampas bubuk kopi dapat bermanfaat dalam bidang pertanian, teknik dan pengolahan makanan, namun sebelumnya penggunaan bubuk kopi tidak bisa diaplikasikan secara langsung namun harus diberi perlakuan terlebih dahulu, seperti dijadikan kompos untuk tanaman.
Rencana Penelitian :  Kompos bubuk kopi sebagai media pertumbuhan dan pembungaan pada tanaman granium (Pelagornium x hortum)

Composting  of Spent Coffee Grounds (SGC) as medium growth and flowering Granium (Pelagornium x hortum)

PENGUKURAN PERKEMBANGAN KECERDASAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kecerdasan adalah hal yang sangat sulit untuk didefinisikan.  Apa kecerdasan itu? apa artinya menjadi cerdas? Pertanyaan ini sangat sulit untuk dijawab. Para Psikolog telah menghasilkan banyak definisi yang berbeda tentang kecerdasan, dan bahkan tidak setuju tentang apakah kecerdasan merupakan hal keseluruhan atau kumpulan elemen yang berbeda. Misalnya, Apakah Anda hanya seorang yang cerdas atau apakah kecerdasan terdiri dari berbagai aspek yang berbeda, seperti kemampuan verbal, kemampuan logika dan lain-lain?
Bagaimanapun, pada umumnya kecerdasan merujuk kepada 'perbedaan kemampuan untuk memperoleh informasi, dalam berpikir dan merespon dengan baik,  menyesuaikan dengan lingkungan secara efektif. (Cardwell, Clark, & Meldrum , 200 : 460). Beberapa aspek kecerdasan dapat diukur dan aspek-aspek tersebut dapat diuji dengan berbagai tes kecerdasan. Penting untuk dicatat bahwa tes ini hanya mengukur aspek-aspek tertentu dari kecerdasan. Dapat dikatakan tes-tes tersebut menunjukkan tingkat intelektual bukan kecerdasan. Oleh karena itu hanya mungkin untuk mengukur aspek-aspek tertentu dari kecerdasan dan semua aspek yang dapat di ukur dalam perkembangan merupakan fokus dalam bab ini.




1.2 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam makalah ini adalah:
a.       Faktor-faktor yang mempengaruhi  perkembangan kecerdasan
-          Faktor Genetika
-          Faktor Lingkungan
b.      Perkembangan-perkembangan terkini dalam penelitian kecerdasan
-          Pendekatan psikometri kecerdasan
-          Konstribusi plomin
-          Uji kecerdasan dan bias
-          Bias kebudayaan
-          Motivasi dan kecemasan
-          Evaluasi Tes IQ
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui factor-faktor yang menyebabkan pengukuran perkembangan kecerdasan, dan perkembangan-perkembangan terkini dalam penelitian kecerdasan.







BAB II
PEMBAHASAN

Ada sejumlah tes kecerdasan. Test tersebut sudah terstandarisasi di mana pertanyaan-pertanyaan biasanya fokus pada penalaran logis dan kemampuan verbal serta kemampuan matematika. Mereka memiliki petunjuk yang jelas untuk administrasi dan penilaian. Setiap individu diberikan skor setelah tes dilakukan. Tes ini memungkinkan perbandingan kinerja yang baik antara kelompok-kelompok ataupun antara  individu-individu. Ada beberapa keterbatasan tes ini, yang akan dibahas kemudian.

2.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Yang Diukur
Ada banyak perdebatan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan, tentang apa itu kecerdasan yang sebenarnya. Sejarah dari penelitian mengatakan kecerdasan diartikan secara luas. Tujuannya berfokus pada apa yang menyebabkan variasi individu dalam tingkat kecerdasan. Pembagian yang paling dasar adalah genetika (alam) dan faktor lingkungan (pemeliharan). Dengan kata lain, dapat dibedakan  antara tingkat kecerdasan individu yang dapat dijelaskan oleh macam-macam genetik atau dengan macam-macam lingkungan? faktor non-genetik atau lingkungan mencakup semua hal-hal yang tidak diwariskan. Faktor-faktor ini tidak hanya stimulasi lingkungan dan pengasuhan orangtua, tetapi juga nutrisi, penyakit, status ekonomi sosial dan lain-lain.
Oleh karena terjadi perdebatan antara nativists dan empiricist, nativis berpendapat bahwa penalaran dan pengetahuan dibangun secara genetik, sedangkan empiricist berpendapat bahwa penalan dan pengetahuan di peroleh dari pengalaman dan kemudian pikiran dibentuk dan dikembangkan  melalui pengalaman tersebut (Richardson, 1999).
Pertanyaannya bahkan lebih rumit  karena tidak jelas berapa banyak perbedaan dalam kecerdasan yang dapat ditentukan oleh nature (genetika) dan berapa banyak nurture (lingkungan). Sebagaimana perdebatan tentang kecerdasan masih terus berlangsung, pendekatan psycometri terhadap kecerdasan telah dicoba untuk mengidentifikasi sebuah faktor umum yang berhubungan dengan kecerdasan. Baru-baru ini penelitian telah bermulai fokus pada pentingnya genetika dan hubungan antara berbagai aspek yang berbeda dalam kecerdasan, dan sekarang mulai mencoba untuk mengidentifikasikan  gen yang terkait dengan kecerdasan.
Untuk mencoba dan menyelidiki pengaruh aspek-aspek yang berbeda dalam perkembangan kecerdasan, sejumlah penelitian telah dilakukan. Bab ini akan membahas penelitian-penelitian yang berhubungan dengan kecerdasan yang diukur dan meninjau temuan-temuan para peneliti, dimulai dengan meninjau penelitian sebelumnya sampai pada pengembangan kecerdasan yang diukur dan meneruskan ke pembahasan dari penelitian yang terbaru tentang kecerdasan.

2.1.1 Faktor Genetik Dalam Pengukuran Kecerdasan
A. Studi Anak Kembar
Banyak penelitian yang dirancang untuk menyelidiki pengembangan kecerdasan yang diukur meliputi penelitian tentang anak kembar. Alasannya adalah untuk mencoba dengan membandingkan individu yang membagi genetik yang sama – dengan cara ini peneliti berharap untuk dapat menarik kesimpulan tentang faktor yang mana yang lebih berpengaruh terhadap kecerdasan, genetika atau lingkungan. Salah Satu cara untuk membandingkan individu adalah dengan menggunakan nilai IQ. Percobaan nilai IQ seseorang akan diberikan kepada individu, tes ini akan mengukur faktor-faktor seperti penalaran matematika, kemampuan verbal dan lain-lain. Setelah tes ini selesai nilai IQ individu dapat dihitung, pada umumnya semakin tinggi nilai IQ seseorang maka semakin cerdas seseorang. Namun, penting untuk menyadari bahwa ada beberapa masalah dengan tes IQ (lihat tes Intelligence dan bias hal. 75). Argumen tersebut dalam hal genetika dan nature dapat diselidiki menggunakan tes IQ. Jika seseorang memiliki genetik yang sama tetapi memiliki nilai IQ yang berbeda, maka ini menunjukkan bahwa lingkungan berpengaruh dalam penentuan kecerdasan.
Kembar Monozigot (MZ) membagi materi genetik yang sama  yakni mereka berasal dari telur yang sama yang disebut 'kembar identik'. Kembar Dizigotik (DZ) berasal dari dua telur terpisah seperti saudara sedarah, satu-satunya perbedaan, mereka berbagi Pengalaman pra-kelahiran yang sama, tidak seperti saudara sedarah yang berada di rahim yang terpisah.
Studi ini biasanya membandingkan nilai IQ dari dua anak kembar dan memberikan pola yang berhubungan. Hubungan pertama merupakan hubungan yang sempurna yang dapat berarti nilai yang diperoleh persis sama. Sebaliknya jika nilai yang peroleh berbeda dapat diartikan tidak ada hubungan. Sebagai contoh, sebuah penelitian yang memiliki nilai korelasi 0,89 akan menunjukkan tingginya hubungan antara dua nilai IQ, tetapi jika nilai korelasi 0,2 menunjukkan hubungan dan kesamaan yang sangat rendah.
Shields (1962) melakukan penelitian paling terdahulu dan yang sangat terkenal tentang anak kembar. Shields mengumumkan kepada anak kembar untuk berpartisipasi dalam sebuah eksperimen dan memperoleh sampel sebanyak 44 sampel anak kembar. Beberapa saudara kembar dibesarkan bersama-sama, dan sebahagian lainnya hidup terpisah. Tingkat IQ si kembar 'diuji dan dibandingkan. Nilai korelasi kembar MZ adalah 0,77 bagi mereka yang dibesarkan secara terpisah dan 0,76 untuk mereka yang dibesarkan bersama-sama. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan memiliki sedikit efek pada kecerdasan karena nilai korelasi yang hampir sama. Jika lingkungan merupakan faktor yang berpengaruh dalam perkembangan kecerdasan kita akan berharap akan terdapat perbedaan nilai korelasi yang jauh lebih besar.
Evaluasi
Penelitian ini tampaknya memberikan bukti yang jelas bahwa kecerdasan ditentukan oleh genetika tetapi telah banyak dikritik, terutama oleh Kamin (1977). Dia menyatakan bahwa sampel Shields 'kecil. Juga mengklaim beberapa anak kembar dalam penelitian tersebut dibesarkan bersama-sama dan sebagian yang hidup terpisah dipertanyaankan. Tidak ada kejelasan bagaimana shield membagi kelompok anak kembar tersebut. Ketika Kamin (1977) meninjau penelitian tersebut dia menemukan bahwa anak kembar yang hidup terpisah pernah tinggal bersama. 14 pasang dari Kembar MZ, dirawat terpisah setelah Usia 1 tahun, dan diadopsi oleh kerabat dan secara berkesimambungan mereka saling bertemu satu sama lain. Hal ini juga diketahui lembaga-lembaga pengabdopsi mencoba untuk mencocokkan keluarga angkat dengan anak-anak. Bagian dari pertandingan ini sedang mencoba untuk menempatkan anak-anak di lingkungan yang sama untuk membuat adaptasi lebih mudah. Oleh karena itu tidak mungkin untuk mengatakan bahwa lingkungan dimana si kembar dibesarkan secara signifikan berbeda ketika mereka dipelihara terpisah. Masalah Ketiga adalah, seperti Piaget, Shields melakukan eksperimen sendiri dan seperti Piaget juga Shields telah dituduh sebagai pelaku eksperimen yang bias. Juga, korelasi sempurna adalah 1,00, sehingga faktor-faktor apa yang menjelaskan perbedaan antara hasil penelitian Shields dan 1.00? Hal ini dapat disarankan bahwa perbedaannya terjadi karena lingkungan dan oleh karena itu faktor lingkungan dapat dilihat menjadi hal berpengaruh. Asumsi bahwa kembar MZ itu identik juga dapat  dipertanyakan. Kembar MZ cenderung memiliki pengalaman kelahiran yang berbeda dan dapat dibesarkan dan terkait dengan  orang tua yang berbeda. Jadi pengalaman mereka tidak bisa dikatakan benar-benar identik dan Oleh karena itu mereka tidak sepenuhnya identik (Flanagan, 1997).
Penelitian lain menggunakan studi kembar juga telah dilakukan. Kaufman (1999) dan Bouchard dan McGue (1981) melakukan penelaahan atas sejumlah studi tersebut. Pederson et al. (1992) mengulas adopsi anak-anak swedia /studi kembar penuaan, dan Newman et al. (1928) juga meneliti perbedaan IQ kembar MZ dan DZ. Hasil penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 4.1. menunjukkan jenis anak kembar seperti apa yang menjadi sample, dalam kondisi seperti apa  mereka dibesarkan bersama-sama atau terpisah dan korelasi antara nilai IQ mereka saat diuji.




TABEL 2.1
Ringkasan dari studi anak kembar
Peneliti
Tipe Kembar
Lingkungan Hidup
Korelasi Skor IQ
Kaufman (1999)
MZ
Tidak ditentukan
0.86

DZ
Tidak ditentukan
0.60
Bourchard &
MZ
Tidak ditentukan
0.85
McGue (1981)
DZ
Tidak ditentukan
0.58
Pederson et al.
(1992)
MZ
Terpisah dibesarkan
dibesarkan bersama-sama
0.79
0.79

DZ
Terpisah dibesarkan
Terpisah dibesarkan
dibesarkan bersama-sama
0.32
0.22
Newman et al. (1928)
MZ
Terpisah dibesarkan
Terpisah dibesarkan
dibesarkan bersama-sama
0.67
0.91

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor genetik lebih berpengaruh pada tingkat kecerdasan dari pada faktor lingkungan, seperti anak kembar yang memiliki materi genetik yang sama (MZ) memiliki korelasi yang lebih tinggi dari kembar DZ bagaimanapun cara mereka dibesarkan. Hal ini menunjukkan bahwa faktor genetik yang paling penting dalam menentukan tingkat kecerdasan. Pederson et al. (1992) menunjukkan bahwa sekitar 80% dari IQ mewarisi. Dalam penelitian lebih lanjut Bouchard et al. (1990) mengulas lebih dari 100 kembar dalam penelitian Minnesota tentang anak kembar yang dibesarkan secara terpisah. Mereka menemukan bahwa sekitar 70% dari nilai IQ adalah karena faktor genetik. Kaufman (1999) menyarankan Bahwa persentase heritabilitas untuk IQ adalah sekitar 50%. Sekali lagi ini adalah bukti kuat untuk pengaruh genetika.
Namun, apabila kita melihat kembali kritik yang dalam penelitian Shields 'dapat dilihat bahwa mereka sama-sama bisa berlaku untuk penelitian ini. Mereka juga bisa disalahkan menggunakan sampel kecil, mengklaim pemisahan anak kembar saat beberapa diantaranya masih berhubungan, gagal untuk mengenali proses pasangan adopsi, Bias pelaku eksperimen, gagal untuk mengenali bahwa kembar identik tidak memiliki pengalaman yang sama dan gagal untuk mengomentari kurangnya korelasi yang sempurna.
Dalam sebuah penelitian terbaru tentang anak kembar yang dilakukan di Australia ditemukan bahwa setidaknya 50% dan mungkin 65% dari variasi dalam pencapaian pendidikan dapat dikaitkan dengan genetika. Studi ini menunjukkan bahwa hanya 25% dari variasi dalam pencapaian pendidikan bisa disebabkan oleh faktor lingkungan (Miller, Mulvey, & Martin, 2001). penelitian ini menyediakan mendukungan pengaruh genetika terhadap kecerdasan dan pencapaian pendidikan.
Penelitian tentang anak kembar, yang baru-baru ini dilakukan, telah memberikan dukungan lebih lanjut untuk pengaruh genetika pada perkembangan dari kecerdasan yang diukur. Dalam penelitian ini 209 pasangan anak kembar yang dites pada usia 5, 7, 10 dan 12 tahun. Hasil ini tes IQ menunjukkan pengaruh yang signifikan dari heretabilitas pada semua usia dan pengaruh genetika meningkat sesuai usia. Studi tersebut menunjukkan bahwa pengaruh genetik adalah penyebab utama stabilitas pada kemampuan kognitif, lanjutnya mendukung gagasan bahwa kecerdasan sebagian besar dapat ditentukan secara genetik (Bartels, Rietveld, Van Baal, & Boomsma, D.,2002).
Alarcon, Knopik, dan DeFries (2000) mempelajari kemampuan  matematika dan kemampuan kognitif umum pada anak-anak. Mereka menemukan bahwa 90% dari variabilitas dalam kinerja matematika dan 80% dari variabilitas dalam Kinerja kognitif umum adalah karena genetika.
De Geus, Wright, Martin, dan Boomsma (2001) telah memberikan ringkasan  penelitian menjadi efek dari pengaruh genetik pada perbedaan individual dan kemampuan kognitif, dan telah menemukan bukti yang luar biasa tentang pengaruh genetik yang cukup besar.
B. Penelitian Keluarga
Selain penelitian pada anak kembar, penelitian terhadap keluarga atau kekerabatan telah dilakukan, penelitian ini menggunakan mereka yang memiliki hubungan darah sebagai partisipan. alasannya adalah karena mereka tersebut berbagi beberapa informasi genetik.
Bouchard dan McGue (1981) meninjau sejumlah penelitian anak kembar dan Studi keluarga dan mencoba menentukan apakah faktor yang paling berpengaruh di dalam  perkembangan  kecerdasan. Temuan  mereka ditunjukkan pada Tabel 4.2. Penelitian ini memberikan dukungan untuk genetika - semakin dekat hubungan genetik, semakin tinggi korelasi nilai IQ.





TABEL 2.2
Bouchard dan McGue (1981) Penelitian hubungan keluarga
Persahabatan
Lingkungan
Hubungan
MZ
RA
0.72
DZ
RT
0.60
MZ
RT
0.86
DZ
RT
0.60
Saudara
RT
0.47
Saudara
RA
0.42
RA – Dibesarkan Terpisah
RT- Dibesarkan Bersama-sama

           
Evaluasi
Ketika mempertimbangkan  hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa masih ada korelasi yang  tidak sempurna, sehingga tidak semua nilai IQ dapat ditentukan oleh genetika. Penelitian tersebut  masih sulit  membuat perbedaan yang jelas antara pengaruh genetik dan pengaruh lingkungan. Saudara dan anak kembar tentunya masih berbagi informasi genetik yang sama tetapi juga  kesamaan. Oleh karena itu masih sulit memisahkan  jika meraka tinggal dalam lingkungan yang sama sehingga membuat korelsi yang tinggi terhadap nilai IQ. Ini membuat pendapat bahwa pembagian informasi genetika bersama meningkatkan nilai IQ
Namun, baru-baru ini sebuah penelitian yang dilakukan oleh Segal, Weisfeld, G. & Weisfeld, C., (1997). Dia mempelajari ketidak berhubungan saudara kandung yang tidak terkait pada usia pengadopsian bersama-sama dari bayi (ini adalah sama seperti kembar DZ).  Temuannya menghasilakan sebuah korelasi IQ hanya 0,17. Temuan ini menantang gagasan dari berbagai pengalaman yang menghasilkan satu  tingkat IQ yang sama dan mendukung teori bahwa informasi genetik menentukan IQ.  
Mereka menyarankan bahwa individu merespon lingkungan berdasarkan predisposisi genetik mereka. Dengan kata lain, lingkungan berinteraksi dengan genetika, tetapi  genetika adalah yang terutama menentukan IQ.
Sama hal nya dengan, Kaufman (1999) juga melakukan penelitian dan ia menemukan bahwa korelasi antara orang tua biologis dan anak yang hidup bersama-sama (0.42)  lebih tinggi dibandingkan korelasi antara orangtua angkat dan anak yang tinggal bersama-sama (0,19). Sekali itu, nilai tersebut menunjukkan pentingnya Pengaruh genetik daripada pengaruh lingkungan dalam menentukan IQ. Akhirnya Kaufman (1999) juga membandingkan korelasi dari saudara kandung setengah saudara dan sepupu. Korelasi untuk saudara adalah 0,47, berlawanan 0,31 untuk setengah saudara dan 0,15 untuk sepupu, pengaruh genetik sangat penting.

C. Penelitian Adopsi
Bab ini telah mengkaji penelitian anak kembar dan keluarga, dan telah menemukan  kekurangan pada kedua metode dari penyelidikan pengukuran kecerdasan. Metode lain yang digunakan adalah dengan mempelajari anak-anak yang telah diadopsi dan  membandingkan nilai IQ mereka dengan orang-orang dari kelahiran  atau orang tua alami dan orang tua angkat mereka. Alasannya adalah bahwa anak-anak akan berbagi informasi genetik mereka dengan orang tua kandung mereka dan memberi informasi lingkungan mereka atau pengalaman dengan orang tua angkat mereka. Beberapa penelitian akan dijelaskan dan dievaluasi.
Horn (1983) melakukan penelitian di Texas dimana tingkat adopsi yang besar  yang diberikan oleh lembaga setempat memungkinkan untuk digunakan dalam penelitian ini. Ibu dari 469 anak-anak yang diadopsi setelah lahir diberi IQ tes. Anak-anak ditempatkan dalam 300 keluarga angkatnya. IQ dari ibu angkatnya juga diukur. Korelasi IQ adalah 0,15 untuk ibu angkatnya dan 0,28 untuk ibu kandung. Ini menunjukkan adanya beberapa pengaruh genetik pada kecerdasan.
Plomin (1988) melibatkan anak-anak dalam penelitian tersebut dan meninjau nilai terakhir IQ mereka  pada usia 10 tahun. Mereka hanya memiliki korelasi 0.02 dengan saudara angkat mereka. Ini menjadi suatu bukti jika pembagian  lingkungan tidak berpengaruh, seperti halnya informasi genetik pada kecerdasan.
Stoolmiller (1998) menimbulkan pertanyaan atas desain yang proyek Texan tentang pengadopsian di texas dan menyarankan bahwa ' pikiran yang terlalu rendah dari keluarga bersama” pendapat ini dibantah oleh Loehlin dan Horn (2000).
Evaluasi
Bukti ini menunjukkan bahwa lebih tinggi korelasi antara anak dengan orang tua kandung dibandingkan dengann orang tua angkat yang merupakan bukti pengaruh genetik. Namun, di awal bab ini kami meninjau proses pencocokan yang terjadi pada adopsi. Jika lingkungan sulit dicocokkan untuk menunjukkan bahwa genetika lebih berpengaruh dalam  menentukan  kecerdasan. Perbandingan saudara kandung yang diadopsi memiliki  kelemahan karena mengasumsikan bahwa pengalaman anak-anak dalam satu keluarga yang sama adalah sama, yaitu lingkungan konstan. Penelitian dari orangtua kandung menunjukkan bahwa saudara dalam keluarga yang sama mungkin memiliki pengalaman yang sangat berbeda. Beberapa faktor yang mempengaruhi tersebut pengalaman adalah: urutan kelahiran, jenis kelamin, temperamen / kepribadian dan pengalaman orangtua.  Oleh karena itu, berada di keluarga yang sama tidak menjamin lingkungan yang sama, dan lagi – lagi beberapa hasil penelitian masih dipertanyakan.
Selain itu, Kaufman (1999) menunjukkan bahwa IQ orang tua angkat dan anak-anak yang tinggal bersama mereka (0.19) adalah serupa dengan orang tua biologi dan anak-anak yang tinggal terpisah (0,22). Ini bertentangan dengan penemuan proyek adopsi di Texas dan  tidak menunjukkan bahwa pengaruh genetik jauh lebih berpengaruh daripada  lingkungan. Jika ini terjadi, korelasi kedua harus jauh lebih tinggi.

2.1.2 Faktor Lingkungan Dalam Pengukuran Kecerdasan
Selain pengaruh genetik dalam pengukuran kecerdasan yang telah ditinjau. Peneliti juga mendiskusikan beberapa faktor lingkungan dan penelitian empiris yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor lingkungan dalam  pengukuran kecerdasan.

A.      Status Adopsi
Pada bagian sebelumnya kita meninjau penelitian adopsi terutama peran genetika. Di sini kita meninjau mereka dalam menyelidiki peran lingkungan. Scarr dan Weinberg (1983) menemukan bahwa anak diadopsi memiliki nilai IQ yang 10 sampai 20 poin  lebih tinggi (Rata-rata) dari orang tua kandung mereka. Ini bisa jadi karena keluarga angkatnya umumnya lebih baik secara finansial dan anak-anak di lingkungan ini dapat mengembangkan potensi mereka dengan sempurna. Scarr dan Weinberg (1977) juga mempelajari anak-anak kulit hitam yang diadopsi oleh keluarga kulit putih. seperti yang disarankan sebelumnya keluarga ini memiliki status keuangan dan pendidikan yang lebih tinggi dari keluarga kandung. IQ rata-rata anak yang berkulit hitam ketika mereka diuji adalah 106, dan 110 mereka diadopsi 12 bulan setelah kelahiran. Hal ini dibandingkan dengan IQ rata-rata anak berkulit hitam
dengan latar belakang genetik yang sama tetapi dengan latar belakang lingkungan miskin. IQ anak-anak ini adalah 90. Dengan demikian Scarr dan Weinberg memberikan bukti peran lingkungan.
Schiff et al. (1978) menemukan bahwa anak-anak yang dilahirkan  orang tua status ekonomi sosial yang rendah tapi kemudian diadopsi oleh keluarga dengan status ekonomi sosial tinggi. Penellitian menunjukkan nilai IQ yang signifikan bila dibandingkan dengan anak-anak lain di tempat aslinya.
Capron dan Duyme (1989) mempelajari 38 anak-anak Prancis diadopsi pada  masa bayi. Setengah dari anak-anak ini memiliki orang tua kandung kelas menengah atau di atasnya, setengahnya lagi dari orang tua kandung kelas bawah. Beberapa bayi yang diadopsi didalam keluarga yang ekonomi sosial yang lebih tinggi dari kelas orang tua kandung mereka, beberapa di keluarga yang lebih rendah kelas sosialnya. Anak-anak yang dibesarkan didalam  rumah  kelas ekonomi tinggi memiliki nilai IQ 15-16 menunjukkan lebih tinggi daripada di rumah kelas ekonomi bawah terlepas dari tingkat orang tua kandung mereka penelitian ini menekankan pentingnya lingkungan dalam pengembangan kecerdasan yang diukur.
Evaluasi
Sebelumnya seorang anak diadopsi, terjadi peningkatan yang besar pada  intelektual mereka. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan adalah hal  penting dan berpengaruh  jika diberikan dalam keadaan yang sesuai. Usia tampaknya merupakan faktor penting. Bukti menunjukkan lingkungan yang paling berpengaruh pada tahun  pra-sekolah.
Penelitian yang melibatkan anak-anak dari budaya yang berbeda bisa untuk kritik. Tes IQ telah dikritik karena bias budaya (lihat nanti di bawah bias test). Mereka diduga  hanya pusat di sekitar keluarga orang berkulit putih yang memiliki kelas, ide dan pengalaman yang baik. Oleh karena itu perbaikan dalam tingkat kecerdasan anak kulit hitam  mungkin tidak memperbaiki intelektual yang sebenarnya. Mereka mungkin tidak ada lebih cerdas, tetapi karena mereka dibesarkan di keluarga putih faktor yang diukur dengan tes IQ menjadi lebih akrab dan karena itu mereka tampil lebih baik. Sebagai contoh, saya akan gagal makalah tes tertulis dalam bahasa yang berbeda, tetapi jika diterjemahkan saya bisa lulus. Demikian pula jika tes menggunakan benda-benda asing dan contoh saya gagal jika saya kemudian berhubungan dengan benda-benda tersebut dan contoh-contoh seperti saya lebih kemungkinan untuk lulus. Saya tidak lagi cerdas, saya hanya memahami aturan lebih baik.
Keluarga angkat umumnya lebih kecil dan memiliki keuangan yang lebih baik dan status pendidikan. Faktor-faktor ini membuat pengaruh lingkungan tampak kuat.
Meskipun Penelitian yang dilakukan oleh Capron dan Duyme (1989) menyarankan pentingnya lingkungan, faktor genetik juga ditemukan menjadi penting dalam penelitian ini. Anak-anak yang orang tua kandung dari latar belakang status ekonomi sosial yang lebih tinggi memiliki IQ lebih tinggi pada anak-anak yang orang tua kandung berasal dari latar belakang ekonomi social rendah, terlepas dari lingkungan.

B.       Penelitian Keluarga
Kaufman (1999) memberikan bukti terpenting dalam pembagian lingkungan menurut penelitian keluarga. Dia menemukan korelasi dengan saudara yang dibesarkan bersama (0,47) lebih tinggi daripada yang dibesarkan terpisah (0,24). Dia juga menemukan bahwa ini sama halnya dengan orang tua dan anak yang hidup bersama memiliki korelasi nilai IQ (0,42) daripada yang tingal terpisah (0,22). Ini memberikan bukti bahwa pentingnya membagi lingkungan dan  pengaruh lingkungan dalam kecerdasan yang diukur. Jika lingkungan adalah hal yang tidak penting, maka nilainya akan diasumsikan menjadi sama pada kedua faktor.

Evaluasi
Korelasi-korelasi masih cukup rendah yang menunjukkan bahwa faktor lain juga berpengaruh dalam perkembangan IQ.

C.      Status Ekonomi Sosial
Faktor lain yang telah diteliti adalah status ekonomi sosial (Social Economi Status/SES). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan antara status ekonomi sosial dan tingkat kecerdasan.
Bernstein (1971) berkonsentrasi pada perbedaan bahasa antara keluarga SES rendah dan keluarga SES tinggi. Dia menyarankan dari penelitiannya bahwa anak-anak dari keluarga SES rendah memiliki keterbatasan kode bahasa sedangkan anak-anak dari keluarga SES tinggi memiliki kode bahasa yang rumit. Ini berarti bahwa pada anak-anak dari keluarga SES yang rendah bahasa mereka tidak memiliki konsep abstrak, yang membuat proses informasi sulit. Saran Bernstein terletak pada pengaruh perkembangan kognitif mereka dan kecerdasan verbal, dan argumen ini mendukung gagasan bahwa kecerdasan sebenarnya bisa dikaitkan dengan status ekonomi sosial.
Sebuah Penelitian besar, yang diikuti oleh anak-anak sejak lahir sampai  remaja, dilakukan oleh Sameroff et al. (1987). Ini dikenal sebagai Rochester Longitudinal Study dimulai pada tahun 1970-an. Penelitian itu diikuti sekitar 200 anak-anak. Penelitian itu juga mengidentifikasi 10 faktor yang dapat mempengaruhi nilai IQ. Faktor-faktor tersebut tidak berhubungan dengan genetik tapi pada mental lingkungan, Yaitu:
• Penyakit Mental Parental
• Kecemasan Orangtua yang serius
• Kepala Keluarga/ayah yang hidup jauh dari keluarga
• Anak adalah anggota kelompok minoritas
• Empat atau lebih anak-anak dalam keluarga
• Banyak orangtua tertekan pada saat anaknya memasuki kehidupan pra sekolah
• Kurangnya interaksi ibu dan perhatian positif
• Kesulitan keyakinan orangtua terhadap perkembangan anak
• Rendahnya pendidikan orang tua
• Minimnya pekerjaan orang tua
Semakin banyak faktor ini ditemui pada anak, maka semakin rendah nilai IQ mereka. Setiap faktor tampaknya dapat mengurangi IQ sebanyak 4 poin.

Evaluasi
Labov (1970) mengkritik studi Bernstein dengan menyatakan bahwa ia bingung pada kekurangan linguistik dan sosial. Artinya, bahwa miskinnya kemampuan bahasa tidak sama dengan buruknya lingkungan sosial. Labov Juga mengklaim bahwa Bernstein telah gagal untuk memperhitungkan penelitian tentang bahasa ingris non-standar. Beberapa anak menggunakan bahasa Inggris berbeda dari orang lain dan ini tidak digunakan dalam perhitungan.
Meskipun penelitian Sameroff tampaknya memberikan bukti bahwa tingkat kecerdasan IQ berhubungan dengan status ekonomi sosial, hal ini sebenarnya menunjukkan bahwa faktor yang terkait dengan kelompok status ekonomi sosial yang lebih rendah, dan bukan status ekonomi sosial itu sendiri, berpengaruh pada IQ.
Faktor pertimbangan lainnya adalah bahwa individu dalam kelompok status ekonomi sosial yang lebih rendah bisa jadi genetik kecerdasan yang kurang,  mengapa mereka tidak meraih pendidikan, dan sebab terdapatnya pekerjaan bukan ahli (buruh) / Kerja setengah-ahli yang menjadi bagian dari kelas bawah. Selanjutnya ini adalah argumen untuk genetika bukan lingkungan. Jika kecerdasan genetik ditentukan, artinya logis bahwa individu dengan IQ lebih rendah akan memiliki status ekonomi sosial yang lebih rendah (Flanagan, 1997). Faktor-faktor lain yang bukan genetik dapat dihubungkan dengan pengasuhan orangtua. Orang tua memiliki pengaruh besar atas lingkungan di mana anak-anak mereka berkembang.
Bagian selanjutnya akan membahas beberapa faktor lingkungan lain yang dapat mempengaruhi kecerdasan.

D.      Pola Makan
Benton dan Cook (1991) terdapat sekelompok anak-anak dengan pemberian suplemen vitamin dan kelompok kontrol yang diberikan plasebo. Ketika IQ anak-anak diuji, anak-anak yang menerima suplemen meningkatkan skor IQ mereka 7,6 poin dan kelompok placebo mengalami penurunan sebesar 1,7 poin. Ini adalah studi buta ganda dan karena itu anak-anak tidak tahu apa yang diharapkan. Hasilnya cukup menarik.
Daley, Whaley, Sigman, Epinosa dan Neumann (2003) mencatat bahwa banyak penelitian telah menunjukkan bahwa tingkat IQ telah meningkat dari waktu ke waktu. Peningkatan ini dikenal sebagai efek Flynn. Mereka menyatakan bahwa hasil dari 20 negara-negara industri telah menunjukkan keuntungan besar IQ dari waktu ke waktu. Mereka berpendapat bahwa salah satu alasan untuk peningkatan ini adalah nutrisi yang lebih baik pada anak-anak.
Penelitian ini dapat membantu menjelaskan mengapa anak-anak dari  kelompok SES rendah memiliki IQ yang lebih rendah, seperti Kebiasaan makan mereka sering kekurangan mungkin mempengaruhi IQ mereka.
Berkman, Lescano, Gilman, Lopez dan Black (2002) penyelidikan efek dari kekurangan gizi kronis pada kemampuan kognitif. Mereka menguji pada anak usia 9 tahun dan menemukan bahwa mereka yang memiliki pola makan yang buruk menyebabkan  pertumbuhan terhambat pada usia 2 tahun mencetak 10 poin lebih rendah pada tes kognitif di usia 9 tahun dari teman-teman mereka yang tidak kekurangan gizi. Black menyarankan bahwa studi ini menekankan pentingnya nutrisi untuk anak di bawah umur 3 tahun, sekali lagi memberikan bukti yang hubungan antara pola makan dan kemampuan kognitif. Penelitian yang dilakukan pada anak-anak yang tinggal di perumahan kumuh di India menunjukkan bahwa kekurangan gizi sebelum usia 6 bulan memiliki pengaruh yang signifikan pada IQ (Choudhary, Sharma, Agarwal, Kumar, Sreenivas, & Puliyel, 2002). Sekali lagi penelitian ini menunjukkan hubungan antara pola makan awal dan kecerdasan.
Benton (2001) berkomentar pada Penyelidikan penelitian yang hubungan antara suplemen gizi dan tingkat kecerdasan pada anak-anak. Dalam 10 dari 13 penelitian terdapat respon positif  dari suplemen setidaknya bagian dari sampel eksperimental. Bukti menunjukkan bahwa tidak semua anak menanggapi suplemen tetapi minoritas anak lakukan, dan ini memiliki efek terutama pada kemampuan non-verbal mereka. Namun, tampaknya bahwa anak-anak yang melakukan merespon memiliki  pola makan yang terdiri dari tingkat rendah nutrisi. Mungkin hasilnya menunjukkan tingkat normal berfungsi pada diet normal.
Evaluasi
Satu masalah dengan menyelidiki  pola makan adalah bahwa hal itu sulit untuk memantau sepenuhnya pola makan seseorang dan oleh karena itu harus benar-benar memastikan asupan dari makanan.
Hal ini membuat kesimpulan tentang hubungan antara pola makan dan kecerdasan terbuka untuk dipertanyakan. Masalah lain adalah bahwa untuk menggambarkan efek faktor lain dari pola makan harus konstan, untuk menunjukkan bahwa pola makan membuat perbedaan. Hal ini sulit untuk memantau semua faktor lingkungan dan lagi Oleh karena itu sulit untuk menunjukkan pola makan yang merupakan faktor yang menentukan.
Argumen Ini dapat dilihat jika kita kembali ke penelitian awal anak-anak India yang tinggal di sebuah kota kumuh. Meskipun pola makan awal diidentifikasi sebagai hal yang berpengaruh dalam menentukan IQ, begitu pula pendidikan pra-sekolah dan perumahan. Anak-anak di perumahan permanen (kaya) memiliki IQ yang lebih tinggi dan lebih mungkin untuk medapatkan pendidikan pra-sekolah. Demikian pula penelitian yang dilakukan ke efek Flynn juga keaksaraan dan struktur keluarga diidentifikasi orangtua sebagai faktor peningkatan tingkat IQ. Hal ini sulit untuk membangun hubungan antara faktor lingkungan dan IQ.

E.  Stimulasi Orang Tua
Hart dan Risley (1995) melakukan penyelidikan perkembangan jangka panjang. Mereka berfokus pada interaksi verbal. Mereka menemukan bahwa semua
Anak-anak mulai berbicara pada usia yang sama tapi ada perbedaan di
usia 3 tahun. Anak-anak dari keluarga profesional memiliki kosakata lebih luas daripada anak-anak kelas pekerja. Hart dan Risley terkait ini perilaku orangtua. Mereka menyarankan hubungan antara stimulasi orangtua dan perkembangan bahasa.
Caldwell dan Bradley (1978) menemukan korelasi antara nilai IQ tinggi dengan faktor-faktor berikut: emosional responsif orangtua, penyediaan bahan bermain yang tepat, kesempatan untuk bermain dan belajar,harapan orang tua. Skor IQ yang baik terkait dengan orang tua yang anak diharapkan untuk dapat mendapatkan pencapaian dalam belajar. Caldwell dan Bradley mengembangkan skala yang disebut Rumah Observasi untuk Pengukuran Lingkungan (HOME). Mereka menemukan nilai  rendah pada skala RUMAH dalam masa berkorelasi dengan nilai skor IQ rendah di sekolah.
Crandell dan Hobson (1999) menemukan bukti hubungan antara kasih sayang dan IQ. Sebuah sampel dari 36 ibu dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan respon mereka terhadap sebuah wawancara kasih sayang dan daftar pertanyaan. Para ibu diberi tes IQ dan anak-anak diberikan versi singkat. Interaksi ibu-anak yang dinilai dengan rekaman video. Anak-anak dari ibu yang aman mencetak 19 poin lebih tinggi pada tes. Sebuah sub-kelompok dari 12 aman dan 12 ibu tidak aman yang cocok dengan skor IQ, dan masih ada tidak bisa perbedaan signifikan antara skor IQ anak-anak. Hal ini menunjukkan bahwa kasih sayang lebih berpengaruh dalam faktor kecerdasan daripada IQ orangtua. Penelitian ini menekankan pentingnya keterikatan dan lingkungan sosial anak di pengembangan kecerdasan diukur.
Sigman et al. (1988) menemukan bahwa orang tua dari anak-anak IQ yang lebih tinggi berbicara dengan mereka sering secara kaya, rinci dan akurat, sekali lagi
menggambarkan pentingnya stimulasi orangtua. Laundry et al. (1996) menemukan bahwa orang tua dari anak-anak IQ yang lebih tinggi bekerja di ZPD (lihat Bab 3) - mereka berbicara dengan anak-anak mereka hanya di atas level mereka saat ini
pemahaman dan penggunaan strategi untuk membantu mereka belajar keterampilan baru. Pianta dan Egeland (1994) menemukan bahwa orang tua dari anak-anak IQ yang lebih tinggi yang tersedia mereka dengan mainan yang sesuai dengan usia dan bermain.
Sebuah proyek yang berjudul Proyek Abecedanan diikuti bayi dari keluarga-level miskin yang ibunya memiliki skor IQ rendah. Anak-anak ditugaskan untuk salah satu dari dua kelompok - kontrol atau kelompok eksperimental. Pada kelompok kontrol, anak-anak diberi suplemen gizi dan perawatan medis.
Pada kelompok eksperimen, anak-anak diberi kedua faktor-faktor ini tetapi penitipan juga diperkaya. Ini dimulai pada 6-12 minggu dan dilanjutkan sampai anak-anak mulai TK. Skor IQ yang lebih tinggi untuk kelompok eksperimen pada setiap tes antara 2 dan 12 tahun - 44% dari kelompok kontrol memiliki skor IQ batas dibandingkan dengan hanya 12,8% dari kelompok eksperimen (Ramey & Campbell, 1987; Ramey, 1993).
Penelitian ini lagi tampaknya menunjukkan betapa pentingnya lingkungan yang kaya adalah dalam mengembangkan kecerdasan diukur. Memang kekayaan lingkungan lebih dalam berpengaruh daripada suplemen dan medis peduli.
Sekali lagi harus diakui bahwa anak-anak dapat menerima lebih banyak stimulasi dan dorongan pendidikan sebagai konsekuensi dari orang tua mereka IQ tinggi. Dengan demikian orang tua yang memiliki IQ tinggi mungkin lebih menekankan pendidikan dan stimulasi. Oleh karena itu hal ini tidak secara otomatis merupakan argumen untuk lingkungan - lingkungan dapat dibuat karena IQ tinggi ditentukan secara genetik.
Hal ini penting untuk mengenali keuangan sebagai salah satu faktor. Orang tua dengan IQ yang lebih tinggi cenderung memiliki pekerjaan yang lebih baik dan karena itu lebih pakai pendapatan. Hal ini memungkinkan untuk pembelian mainan dan pembelajaran yang tepat bahan dan dukungan pendidikan tambahan.
Perlu dicatat bahwa lampiran adalah subjek yang sangat kontroversial. Dalam studi Crandell dan Hobson asumsi yang dibuat bahwa perbedaan tingkat IQ hanya karena perbedaan dalam lampiran.
Namun, masalah dengan lampiran mungkin menunjukkan masalah di lain bidang lingkungan sosial dan emosional anak, yang mungki bertopeng dengan fokus pada lampiran. Plomin dan Petrill (1997) menunjukkan bahwa setengah dari RUMAH prediksi perbedaan kemampuan kognitif anak dapat dipertanggung jawabkan oleh faktor lingkungan genetik dan tidak.

F.       Urutan kelahiran
Zajonc dan Markus (1975) menyelidiki urutan kelahiran dan IQ, dan Skor IQ Ulasan dari 40.000 laki-laki Belanda. Mereka menemukan bahwa IQ skor menurun dengan ukuran keluarga dan urutan kelahiran. Ini bisa jadi karena karena setiap anak dilahirkan orang tua harus berbagi perhatian dan waktu mereka lebih, dan keuangan menjadi terganggu.
Zajonc (2001) mengembangkan sebuah model yang disebut pengaruh Model. Model Ini menyatakan bahwa kecerdasan masing-masing anggota keluarga tergantung pada anggota keluarga yang lain. Dia menyarankan bahwa setiap anak berturut-turut datang ke dalam lingkungan intelektual lemah dan bahwa intelektual lingkungan membaik dengan penurunan ukuran keluarga. Bagian dari alasan anak pertama cenderung memiliki IQ yang lebih tinggi adalah bahwa mereka bertindak sebagai tutor untuk saudara mereka, dan karena itu mereka mengajar dan menjelaskan hal-hal kepada saudara mereka sehingga meningkatkan pemahaman dan IQ mereka sendiri. Sebaliknya anak-anak yang lebih muda tidak perlu menjelaskan ide-ide, dan lain-lain, anak pertama selalu siap menjawab - anak-anak muda tidak karena itu harus mengembangkan mereka berpikir dan keterampilan penalaran begitu banyak.

2.2 Perkembangan Terkini Dalam Studi Kecerdasan
2.2.1 Pendekatan Psikometri Untuk Kecerdasan
Argumen terhadap pentingnya faktor genetik dan lingkungan dalam pengembangan kecerdasan telah ditinjau. Namun, seperti yang dinyatakan dalam pendahuluan, perdebatan tentang asal-usul perbedaan individu dalam tingkat kecerdasan telah memasuki area baru dan telah berpindah fokus pada pertanyaan-pertanyaan baru dan penting.
Kline (1991) adalah seorang pendukung dari pendekatan psikometri untuk kecerdasan. Pendekatan ini mencoba untuk mengidentifikasi korelasi antara aspek yang berbeda dari kecerdasan. Pendekatan ini menunjukkan bahwa individu yang dipandang sebagai cerdas akan memiliki nilai tinggi pada langkah-langkah yang berbeda pada pengukuran kecerdasan. Oleh karena itu mereka dapat dilihat untuk faktor kecerdasan secara umum. Pendekatan psikometri menunjukkan bahwa faktor ini dapat dikenal sebagai 'g' dan bahwa 'g' adalah umum untuk semua kemampuan pemecahan masalah. Pendekatan psikometri menunjukkan bahwa 'g' dikombinasikan dengan kemampuan spesifik si c di daerah tertentu untuk membuat seorang individu cerdas di daerah itu. Misalnya seorang musisi akan memiliki 'g' + faktor musik, matematika berbakat akan memiliki 'g' + faktor matematika. Jadi Kline yang menyatakan bahwa ada faktor umum kecerdasan, yang merupakan dasar untuk memecahkan masalah, dan bahwa ini dikombinasikan dengan spesifik kemampuan si c. 'G' terdiri dari dua jenis kecerdasan - kecerdasan cairan dan kecerdasan mengkristal. kecerdasan cairan adalah kemampuan penalaran dasar. Kecerdasan kristal adalah kemampuan ini ditunjukkan melalui keterampilan dihargai oleh budaya di mana kehidupan individu. Jadi, seorang individu mungkin memiliki kemampuan dasar dalam matematika, tapi ini ditampilkan dan diakui ketika mereka menjadi seorang akuntan.
Pendekatan psikometri menunjukkan bahwa 70% dari perbedaan kecerdasan karena faktor biologis dan 30% karena faktor lingkungan (Sternberg & Wagner, 1986). Pendekatan ini bergerak menjauh dari perdebatan sifat dasar dan memberikan penjelasan untuk kecerdasan. Namun, telah dikritik karena tidak menjelaskan apa yang 'g' sebenarnya dan bagaimana cara kerjanya (Sternberg, 1986). Juga, seperti sekarang akan dibahas, kecerdasan berkembang di seluruh jangka hidup dan tidak hanya matang, dan ini sulit untuk pendekatan psikometri untuk menjelaskan.

B. Kontribusi Plomin
Plomin dan Petrill (1997) menunjukkan bahwa perdebatan kecerdasan telah pindah dari masalah alami dari pengasuhan dasar. Telah ada asumsi umum bahwa jika kecerdasan secara genetik yang didasarkan harus tetap dan tidak dapat diubah. Jadi jika Anda lahir cerdas, Anda cerdas, dan jika tidak, Anda tetap tidak cerdas. Plomin dan Petrill berpendapat bahwa bahkan jika ada dasar genetik untuk kecerdasan ini masih bisa dipengaruhi oleh pengalaman lingkungan baru. Mereka mengakui bahwa 75 tahun penelitian dengan anak kembar, penelitian keluarga dan penelitian adopsi telah memberikan bukti yang kuat dalam peengaruh genetika. Namun, mereka memperkirakan pengaruh dari heritabilitas (keterwarisan) sebesar 50% bukan 80% seperti yang telah disarankan. Menariknya dan yang paling penting, Plomin dan Petrill telah menemukan bahwa dalam pengaruh heritabilitas bukan merupakan faktor statis. Asumsi bahwa Anda bisa mengidentifikasi pengaruh dari heritabilitas adalah salah satu pengaruh pengaturan. Namun, penelitian telah menunjukkan bahwa peningkatan heritabilitas dari 20% dalam masa bayi dan 40% pada anak usia dini sampai 60% pada awal masa dewasa 80% di kemudian hari (Plomin, 1997). Sebuah penelitian di Swedia, anak kembar yang dibesarkan secara terpisah dan bersama-sama memberikan dukungan untuk meningkatkan heritabilitas. Penelitian ini menghasilkan perkiraan heritabilitas 80% pada usia 60 tahun, dan ini direplikasi tiga tahun kemudian (Pederson et al., 1992). Jadi heritabilitas tidak konstan dan itu menjadi lebih penting sebagai kehidupan berlangsung.
Namun, Plomin dan Petrill mengakui bahwa ada beberapa masalah dengan mempelajari heritabilitas. Kebanyakan penelitian telah dilakukan di Amerika Serikat dan Eropa, dan karena hasilnya mungkin bias budaya. Juga penelitian telah difokuskan pada kisaran normal kecerdasan dan ada sedikit penelitian tentang tingkat tinggi dan rendah kecerdasan, yang dapat memberikan informasi penting untuk pemahaman tentang perkembangan kecerdasan diukur. Akhirnya kebanyakan studi yang dilakukan pada anak-anak dan, sebagai penelitian terbaru Plomin menunjukkan,  penting untuk belajar orang dewasa atau melakukan studi longitudinal untuk sepenuhnya menyelidiki heritabilitas. Selain faktor-faktor ini ada kritik umum tes IQ (lihat sebelumnya).
Pindah dalam studi kecerdasan, Plomin menggunakan penelitian genetik menunjukkan bahwa ada hubungan antara kemampuan yang berbeda, dan bahwa beberapa kemampuan yang lebih diwariskan dari orang lain. Misalnya, kemampuan spasial dan lisan tampaknya lebih diwariskan dari kemampuan memori. Selain itu, para peneliti telah mulai menggunakan apa yang dikenal sebagai analisis genetik multivariat untuk menyelidiki hubungan antara kemampuan yang berbeda. Sederhananya, tampak bahwa beberapa kemampuan yang lebih kuat terkait dengan orang lain, dan memiliki gelar yang kuat dari genetik pengaruh dan tumpang tindih, jadi jika Anda memiliki kemampuan verbal yang sangat baik Anda mungkin juga memiliki baik kemampuan spasial (Plomin & DeFries, 1979).
Namun, meskipun Plomin tampaknya berkonsentrasi pada pengaruh genetika dan heritabilitas, dia juga tertarik pada lingkungan. Jika 50% dari perbedaan dalam skor IQ dapat dijelaskan dengan heritabilitas, ini harus berarti bahwa 50% lainnya tidak didasarkan genetik. Plomin menunjukkan bahwa itu adalah sebagai penting untuk berkonsentrasi pada pengalaman lingkungan non-bersama sebagai pengalaman bersama. Dia menyarankan bahwa faktor lingkungan bersama untuk sekitar 30% dari perbedaan IQ. Namun, Plomin komentar pada studi yang dilakukan oleh Loehlin, Horn dan Willerman (1989) yang merupakan studi lanjutan 10 tahun dari 181 saudara kandung yang diadopsi. Studi ini menunjukkan bahwa korelasi antara skor IQ mereka adalah 0,26 pada usia 8 tahun, tetapi pada 18 itu -0.1. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan keluarga bersama mungkin memiliki efek awal IQ, tetapi efek ini berkurang pada masa remaja. Ini menegaskan saran awal Plomin yang heritabilitas menjadi lebih penting di seluruh jangka hidup.
Plomin menunjukkan bahwa penelitian lingkungan keluarga perlu dirancang secara jelas untuk memisahkan pengaruh genetika dan lingkungan. Juga ia menyarankan bahwa anak-anak secara aktif memilih dan mengembangkan lingkungan mereka, dan bahwa ada interaksi aktif antara genetika dan lingkungan. Oleh karena itu gen benar-benar dapat mempengaruhi dan berkontribusi untuk pengalaman lingkungan. Kita sering berpikir bahwa itu adalah lingkungan yang dampak individu, tetapi Plomin menunjukkan bahwa gen dapat berinteraksi dengan lingkungan, membuat perbedaan dalam pengalaman, belajar dan perkembangan kecerdasan.
Perkembangan terbaru dalam perdebatan kecerdasan adalah penelitian genetik, yang berusaha untuk mengidentifikasi gen yang spesifik yang bertanggung jawab atas pengaruh genetika pada kecerdasan. Penelitian ini mencoba untuk mengidentifikasi gen yang dapat ditampilkan sebagai kontribusi terhadap kecerdasan. Tujuannya bukan untuk mengidentifikasi gen tunggal - pemikiran adalah bahwa ada banyak gen, yang memberikan kontribusi pada perbedaan tingkat kecerdasan antara individu. Penelitian telah cenderung untuk fokus pada gen yang terkait dengan gangguan - misalnya Fragile X syndrome - tetapi penelitian ini telah menemukan hubungan antara gen yang spesifik dan gangguan ini, menunjukkan secara genetik untuk bagian kecerdasan. Penelitian juga telah mengidentifikasi gen yang terkait dengan kecerdasan rendah (Wahlsten, 1990).
Implikasi dari penelitian tersebut akan bahwa anak-anak mungkin berbeda dalam kemampuan mereka untuk belajar, setidaknya sebagian, karena alasan genetik. Ini akan memiliki implikasi pendidikan yang nyata dan itu adalah sulit untuk melihat bagaimana hal itu bisa merespons. Juga mungkin terjadi bahwa anak-anak lebih cerdas secara genetik diprogram untuk belajar lebih cepat dan untuk mempelajari lebih lanjut. Namun, interaksi antara genetika dan lingkungan tidak boleh dilupakan.
Bagian ini telah digambarkan perkembangan terbaru dalam perdebatan kecerdasan. Hal ini penting untuk mengenali bahwa tes IQ digunakan sebagai dasar untuk banyak penelitian di bidang ini. Jika tes IQ yang salah, maka penelitian yang dihasilkan menggunakan mereka juga terbuka untuk dipertanyakan. Bagian selanjutnya akan mengulas isu seputar tes IQ.

C. Tes Kecerdasan dan Bias
Tentunya tes yang digunakan untuk mengukur kecerdasan sangat penting. Keputusan tentang pekerjaan dan penempatan pendidikan yang dibuat atas dasar hasil tes tersebut. Jika tes ini terganggu, maka hasilnya juga terbuka untuk dipertanyakan, keputusan karena berikutnya berdasarkan hasil ini juga dipertanyakan. Judgements tentang perdebatan sifat-nurture juga didasarkan pada tes ini. Oleh karena itu jika tes salah seluruh perdebatan juga mungkin terbuka untuk dipertanyakan. Jika kita merujuk kembali ke penelitian anak kembar sebelumnya, kita dapat melihat bahwa hasil disajikan sebagai korelasi dari nilai tes IQ. Atas dasar hasil ini peneliti membuat keputusan tentang apakah genetika atau lingkungan yang lebih dalam berpengaruh dalam menentukan perkembangan kecerdasan. Namun, jika tes IQ tidak dapat diandalkan, begitu juga kesimpulan yang ditarik dari mereka. Richardson (2002) menunjukkan bahwa tes IQ adalah ukuran dari status ekonomi sosial dan bukan kecerdasan.
D. Bias budaya
Tes kecerdasan tampaknya ditulis untuk budaya tertentu dan karena itu individu dari budaya lain mungkin berkinerja buruk pada mereka meskipun mereka sebenarnya mungkin sangat cerdas. Kode, Gay, Glick dan Sharp (1971) mempelajari anak Nigeria menyelesaikan tugas klasifikasinya, yang mereka secara konsisten gagal sampai mereka diminta untuk mengatasinya sebagai orang bodoh akan. Kemudian mereka menggunakan kategori Eropa dan lulus ujian!
Sebelumnya kami meninjau Scarr dan Weinberg (1983) penelitian anak yang berkulit hitam diadopsi  oleh keluarga berkulit putih menggambarkan peningkatan Nilai IQ. Jelas, jika tes IQ yang ditulis untuk budaya kelas menengah kulit putih, kemudian sebagai anak-anak menghabiskan waktu di lingkungan ini mereka mengambil nilai-nilai dan keterampilan sesuai budaya kulit putih dan karena itu meningkatkan kinerja mereka. Ini tidak menunjukkan perbaikan nyata dalam kecerdasan. Heath (1989) mempelajari anak-anak kulit hitam dan ibu mereka menemukan bahwa ibu berkulit hitam bertanya pertanyaan yang diperlukan jawaban yang panjang, yang membantu pendidikan umum anak-anak mereka, tetapi tidak mempersiapkan mereka untuk jawaban singkat yang dibutuhkan pada tes IQ. Hal ini menunjukkan bias budaya.
Craig dan Beishuizen (2002) menunjukkan bahwa mungkin tes IQ bias budaya dan apa yang mereka mungkin sebenarnya pengujian adalah efektivitas pendidikan antarbudaya - yaitu, seberapa efektif anggota kelompok minoritas telah disosialisasikan ke dalam budaya Barat dan karena itu dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disajikan dalam cara bias budaya.
E. Motivasi dan Kecemasan
Zigler et al. (1973) menemukan bahwa anak yang memiliki SES lebih rendah meningkatkan kinerja tes mereka jika mereka diizinkan untuk bermain dengan tester sebelum tes dimulai. Terdapat efek yang kurang berpengaruh dengan anak-anak SES tengah.
Harapan guru juga merupakan faktor. Dalam sebuah studi oleh Rosenthal dan Jacobsen (1968), guru diberitahu bahwa masing-masing anak diharapkan untuk membuat kemajuan besar. Informasi ini langsung mempengaruhi cara di mana guru berinteraksi dengan anak-anak ini. Sehingga informasi menjadi sebuah hal yang terpenuhi. Perilaku guru mempengaruhi kinerja anak-anak, dan anak-anak yang telah diidentifikasi di awal terlihat untuk membuat kemajuan yang paling. Kemajuan anak-anak dibuat bukan berdasarkan tingkat kecerdasan mereka pada awal penelitian, tetapi tampaknya didasarkan pada harapan guru dan perilaku selanjutnya terhadap mereka. Anak-anak diidentifikasi memiliki keuntungan IQ yang sangat besar, menunjukkan hal yang terpenuhi.



F.   Evaluasi Tes IQ
Semua faktor ini menunjukkan bahwa hasil tes IQ dapat terbuka untuk di pertanyaan dan tingkat IQ belum tentu ditetapkan. Hal ini telah menyebabkan para peneliti mempertanyakan apakah kecerdasan dapat benar-benar diuji dengan cara ini, dan apakah kecerdasan bukan tentang tertentu kualitas diuji tetapi pemikiran yang lebih baik sebagai kemampuan untuk beradaptasi dengan situasi. Garlick (2002) menunjukkan bahwa orang-orang dengan IQ rendah berkinerja buruk karena mereka tidak ias beradaptasi dengan baik dengan situasi lingkungan. Mereka yang tampak cerdas adalah mereka yang dapat menyesuaikan diri dan pengetahuan mereka untuk situasi yang berbeda.













BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Tes kecerdasan telah dirancang untuk mengukur aspek yang berbeda dari kecerdasan. Pertanyaan mendasar adalah apakah kecerdasan ditentukan oleh sifat atau pengasuhan. Dalam rangka untuk menyelidiki efek genetika, para peneliti telah menggunakan studi kembar, keluarga dan adopsi. Para peneliti juga telah mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan yang diukur. Ini termasuk kelas sosial, pola makan, stimulasi orangtua dan urutan kelahiran. tes IQ digunakan untuk mengukur kecerdasan, tetapi mereka telah dikritik dengan alasan bahwa mereka adalah budaya bias dan bahwa hasil tes dapat dipengaruhi oleh motivasi dan kecemasan. Hasil anak-anak dapat meningkat atau tertekan oleh unsur-unsur dari tes sendiri.
Masih banyak perdebatan tentang apa kecerdasan dan bagaimana harus diukur. Tidak ada jawaban yang jelas untuk pertanyaan tentang berapa banyak kecerdasan anak ditentukan oleh nature dan berapa banyak nurture. Penelitian telah memberikan bukti untuk faktor-faktor yang tampaknya berada pada berpengaruh dalam menentukan tingkat kecerdasan. Namun, tes yang digunakan untuk mengukur kecerdasan telah dikritik. Hal ini telah menyebabkan pertanyaan baru tentang sifat kecerdasan. Penelitian dan perdebatan dalam perkembangan kecerdasan diukur ditetapkan untuk melanjutkan.